DPR Minta Masukan terkait Perubahan UU 56 Tahun 2008
Komisi II DPR meminta masukan dan pendapat terkait pembahasan RUU tentang perubahan atas UU Nomor 56 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/2) sore.
“Perlu kami informasikan, bahwa Komisi II DPR mendapatkan tugas dari rapat Bamus pada tanggal 7 Februari 2013 untuk melakukan pembahasan RUU tentang perubahan atas UU No.56 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat, sebagaimana surat Presiden No.R05/Pres/01/2013 tertanggal 30 Januari 2013,”kata Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo saat memimpin rapat.
Sebagaimana telah diketahui bersama, tambanya, bahwa pada tahun 2009 Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan pengajuan permohonan uji formil UU No.56 Tahun 2008 tersebut, “Sehubungan dengan hal tersebut Komisi II DPR ditugaskan untuk membahas RUU dimaksud sebagaimana implementasi atas amar putusan MK No.127/PUU-VII/2009 tertanggal 25 Februari 2010,” jelasnya.
Selanjutnya, terkait dengan pasal 3 ayat (1) UU No.56 tahun 2008 mengenai cakupan wilayah dan pasal 5 ayat (1) mengenai batas wilayah, “Mengenai hal tersebut, maka Komisi II DPR mengundang para pihak terkait untuk memberikan masukan dan klarifikasinya terhadap RUU perubahan tentang UU No.56 Tahun 2008, diharapkan dengan adanya masukan kali ini, dapat menjadi pertimbangan dalam pembahasan RUU yang selanjutnya menjadi UU,” terangnya.
Rapat kali ini dihadiri Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atururi, Pimpinan DPR Papua Barat, Bupati dan pimpinan DPR Kabupaten Sorong, Bupati dan pimpinan DPR Kabupaten Manokwari, dan Bupati dan pimpinan DPR Kabupaten Tambrauw. Hadir juga perwakilan Komite I DPD Paulus Yohanes Sumino.
Ia menambahkan, Komisi II merasa perlu mengundang dan meminta masukan pihak-pihak di atas karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan para pemohon bahwa Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 56 Tahun 2008 bertentangan dengan konstitusi. Mahkamah memutuskan bahwa Pasal 3 ayat (1) UU No.56/2008 harus memasukkan Distrik Amberbaken, Distrik Kebar, Distrik Senopi, Distrik Mubrani (berasal dari Kabupaten Manokwari) dan Distrik Moraid (berasal dari Kabupaten Sorong) ke dalam Kabupaten Tambrauw.
Menurut Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atururi, Bupati Manokwari Bastian Salabai, dan Bupati Sorong Stepanus Malak yang hadir dalam rapat tersebut mempertanyakan putusan MK. Mereka merasa tidak pernah dimintai pendapat oleh MK atas gugatan yang ada.
Dalam pernyataan sikapnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari menyatakan sikap tidak melepaskan 4 distrik yaitu Amberbaken, Kebar, Senopi dan Mubrani ke Kabupaten Tambrauw dengan alasan UU No.56 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kab. Tambrauw tidak mencakup distrik di Kab. Manokwari, dan meminta kepada pemerintah pusat segera melakukan peninjauan kembali atas putusan MK No.127/PUU-VII/2009 tentang cakupan wilayah Kab. Tambrauw, mengingat putusan tersebut dibuat tanpa kehadiran Gubernur Papuan Barat, Ketua DPRD Papua Barat, Bupati Manokwari dan Ketua DPRD Kab. Manokwari dan pihak masyarakat yang kontra bergabungnya 4 distrik Kab. Tambrauw.
Ha senada juga tertuang dalam pernyataan sikap dari Bupati Sorong Stepanus Malak, menurutnya, ia tetap konsisten, realistis dan logis mempertahankan Distrik Moraid bersama masyarakat menjadi daerah bawahan Kab.Sorong mengingat proses pembahasan awal gugatan sampai putusan akhir oleh MK tidak pernah mengundang atau melibatkan Bupati Sorong dalam pertemuan internal MK sehingga putusan akhir yang dilakukan oleh MK dianggap putusan sepihak karena tidak mempertimbangkan dampak yang akan muncul kemudian dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan yang sampai saat ini terganggu system roda pemerintahan.
Ia juga menjelaskan, bahwa Distrik Moraid akan diusulkan menjadi Daerah Bawahan Pembentukan Kab. Malamoi yang sudah dibahas di Komisi II DPR, oleh karena itu, ia tidak menerima UU No.56 tahun 2008 karena akan menimbulkan problem terhadap UU itu sendiri baik dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ada maupun keadaan masyarakat secara umum
Sementara, Bupati Tambrauw Gabriel Asem menegaskan wajib hukumnya menegakkan aturan. "Putusan MK wajib hukumnya dilaksanakan. Karena ini menyangkut kredibilitas," katanya.
Saat Bupati Tambrauw memberikan masukan, sempat muncul kericuhan di balkon yang diduduki para penolak putusan MK. Namun situasi kembali tenang setelah pimpinan rapat dan Gubernur Papua Barat meminta mereka untuk tenang.(nt) foto:ry/parle